Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor
15/PUU-XII/2014 ( putusan_sidang_2090_15 PUU 2014-UU_30_1999)
Pemohon :
Berdasarkan
Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 15/PUU-XII/2014 yang mengajukan
permohonan adalah Ir. Darma Ambiar, M.M. dan Drs. Sujana Sulaeman yang diwakili
oleh kuasanya:
1. Andi
Syafrani, S.H., MCCL.
2. H.
Irfan Zidny, S.H., S.Ag. M.Si.
3. Rivaldi,
S.H.
4. Yupen
Hadi, S.H.
5. Muhammad
Ali Fernandez, S.HI.
Posita Pemohon :
1. Bahwa
Pemohon mengajukan Permohonan Pengujian Konstitusionalitas Penjelasan Pasal 70
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa
(UUAPS)
2. Bahwa
Penjelasan Pasal 70 UUAAPS a quo telah membuat adanya ketidakpastian hukum bagi
para Pemohon karena menimbulkan norma baru dan memuat ketentuan yang berbeda
dengan batang tubuh pasal yang dijelaskannya atau setidaknya telah memuat
perubahan terselubung dari substansi dan isi norma pokok yang dituangkan oleh
Pasal yang dijelaskannya
3. Bahwa
oleh karena terdapat perbedaan norma atau memunculkan norma baru atau perubahan
terselubung, maka ketentuan Pasal 70 UUAAPS dan Penjelasannya telah menimbulkan
ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
4. Bahwa
selengkapnya alasan pengujian konstitusionalitas Penjelasan Pasal 70 UUAAPS
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Penjelasan Pasal 70 UUAAPS mengandung
norma baru atau perubahan terselubung yang bertentangan dengan substansi pokok
pasalnya
b.
Penjelasan Pasal 70 UUAAPS tidak
operasional dan menghalangi hak hukum pencari keadilan
c.
Penjelasan Pasal 70 UUAAPS menciptakan
kerancuan dan pertentangan hukum
Petitum Pemohon
:
Pemohon memohon
kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan:
1. Mengabulkan
Permohonan Pemohon seluruhnya
2. Meyatakan
Penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3872) bertentangan dengan UUD 1945
3. Menyatakan
Penjelasan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3872) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan
pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
mestinya
Atau jika
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain, mohon putusan
seadil-adilnya.
Amar putusan :
1. Mengabulkan
permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
1.1.Penjelasan
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyeselesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872) bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2.Penjelasan
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyeselesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat;
2. Memerintahkan
pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
mestinya.
Model putusan yang secara hukum membatalkan
dan menyatakan tidak berlaku nampak dalam putusan MK terhadap permohonan yang
beralasan untuk dikabulkan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 56 ayat (3) dan
Pasal 57 ayat (1) UU MK. Di dalam model putusan ini, MK sekaligus menyatakan
bahwa suatu undang-undang yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 baik
seluruhya maupun sebagian dan pernyatan bahwa yang telah dinyatakan bertentangan
tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak selesai diucapkan dalam
sidang pleno yang terbuka untuk umum. Dalam hal ini, MK tidak membuat norma
baru karena hanya sebagai negative legislator. Dengan dimuat
dalam Berita Negara maka seluruh penyelengara negara dan warga negara terikat
untuk tidak menerapkan dan melaksanakan lagi norma hukum yang telah dinyatakan
inkonstiusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MK. Oleh
karena itu, jika terdapat suatu perbuatan yang dilakukan atas dasar
undang-undang yang sudah dinyatakan oleh MK baik seluruhnya maupun sebagian bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka perbuatan
tersebut dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum dan demi hukum batal
sejak semula (ad inito).[1]
Setelah pengujian atas
undang-undang itu diputus final, maka seperti ditentukan oleh Pasal 47, putusan
itu langsung berlaku mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk
umum. Artinya, efek keberlakuannya bersifat ke depan (forward looking), bukan
berlaku ke belakang (backward looking).
Artinya, segala perbuatan hukum yang sebelumnya dianggap sah atau tidak sah
secara hukum, tidak diubah menjadi tidak sah atau menjadi sah, hanya karena
Mahkamah Konstitusi berlaku mengikat sejak pengucapannya dalam sidang pleno
terbuka untuk umum. perbuatan hukum yang dilakukan berdasarkan undang-undang
yang belum dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat adalah perbuatan hukum yang sah secara hukum,
termasuk akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan hukum yang sah itu, juga
sah secara hukum.[2]
Segala perbuatan hukum yang telah
dilakukan berdasarkan Penjelasan Pasal 70 UUAAPS, sebelum undang-undang
tersebut dinyatakan tidak lagi mengikat adalah sah menurut hukum dan
konstitusi.
Jika Penjelasan Pasal 70 UUAAPS
dijadikan dasar lagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan
bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat berarti hal tersebut tindakannya tidak memiliki dasar
hukum.
[1]
Syukri Asy'ari, Meyrinda Rahmawaty Hilpito, dan Mohammad Mahrus Ali, MODEL DAN IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH
KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (STUDI PUTUSAN TAHUN 2003-2012), Pusat
Penelitan dan Pengkajian Perkara, Pengelolan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Mahkamah Konstiusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm.8.
[2]
Jimly Asshiddiqqie, HUKUM ACARA PENGUJIAN
UNDANG-UNDANG, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm. 318.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar